يَا أَيُّهَا النَّسُ قَدْ أَظَلَّكُمْ شَّهْرٌ عَظِيْمٌ شَهْرٌ فِيْهِ لَيِلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ جَعَلَ اللهُ صِيَامَهُ فَرِيْضَةً وَقِيَامَ لَيْلِهِ تَطَوُّعًا مَنْ تَقَرَّبَ فِيْهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ الْخَيْرِ كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَّةً فِيْمَا سِوَاهُ … وَهُوَ شَهْرٌ أَوَّلُهُ رَحْمَةٌ وَوَسْطُهُ مَغْفِرَةٌ وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ…
“Wahai manusia, sungguh bulan yang agung telah datang (menaungi) kalian, bulan yang di dalamnya terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan, Allah menjadikan puasa (pada bulan itu) sebagai satu kewajiban dan menjadikan shalat malamnya sebagai amalan Sunnah. Barangsiapa yang mendekatkan diri pada bulan tersebut dengan (mengharapkan) suatu kebaikan, maka sama (nilainya) dengan menunaikan perkara yang wajib pada bulan yang lain… Inilah bulan yang awalnya adalah rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya adalah merupakan pembebasan dari api neraka…” sampai selesai.
Hadits ini panjang, kami cukupkan dengan membawakan kalimat-kalimat yang paling masyhur darinya.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah: 1887 dan al-Muhamili di dalam Amali-nya (293) dan al-Harits dalam Musnad-nya, 1/412 dari jalan Ali bin Zaid Jad’an dari Sa’id bin al-Musayyib dari Salman.
Hadits ini sanadnya Dha’if, karena lemahnya Ali bin Zaid. Berkata Ibnu Sa’ad, “Di dalamnya ada kelemahan dan tidak dijadikan hujjah dengannya.” Berkata Imam Ahmad bin Hanbal, “Tidak kuat,” berkata Ibnu Ma’in, “Dha’if” berkata Ibnu Abi Khaitsamah, “Lemah di dalam segala sesuatu,” dan berkata Ibnu Khuzaimah, “Aku tidak ber-hujjah dengannya karena jelek hafalannya.” (Lihat Tahdzibut Tahdzib oleh Ibnu Hajar, 7/322-323).
Ibnu Abi Hatim menukilkan dari bapaknya di dalam Ilalul Hadits 1/249, “Hadits yang Munkar,” demikian juga Syaikh al-Albani berkata tentang hadits ini, “Munkar.” (Silsisalah Dha’ifah, 2/370).
Sumber: Panduan dan Koreksi Ibadah-ibadah di Bulan Ramadhan, Arif Fathul Ulum, Majelis Ilmu
Dipublikasikan oleh: PengusahaMuslim.Com